Makanan Aneh, Asiknya Dicoba apa Dicuekin?
Tangan milik ibu chef.
Di jam 11 malem ini, gak usah dulu lah ya kita terlalu serius bahas topik-topik beristilah remunerasi, rekapitulasi, redenominasi, reboisasi, dan teman-temannya. Mari kita ngomongin soal makanan. Iyeh, makanan. Sebagai reporter di sebuah media lifestyle, buruh berbayar atas kerja 6 hari seminggu, saya emang dibayar untuk menulis soal makanan, membeli makanan, mencari berita soal makanan, juga yang paling yahud adalah mencicip makanan. Etapi bukan berarti makaaaaan mulu ya. Seringkali saya menulis dan bayangin makanan dalam kondisi perut keroncongan. Ciyus. *pasang muka miris teriris*
Tentu,
sist dan bro rahimakumullah, makanannya enggak melulu yang saya suka.
(Kata orang loh yaa), saya punya nafsu makan yang besar. Mata, hati
lidah dan perasaan saya gampang tersentuh buat nyicip ini itu.
Keinginan tersebut akan makin memuncak jika ternyata makanannya
adalah TIDAK BERBAYAR. Tapi saya termasuk picky eater. Ada beberapa
jenis menu yang enggak disuka. Sebutlah makanan yang menyertakan
kepala, leher, ceker dan kulit ayam yang diolah lunak2 lembek. Juga
jeroan sapi. Daging yang saya liat proses motongnya. Endebra endebre.
Karena
preambulenya kepanjangan, yuk kita pangkas pembahasan menjadi satu
tema “gimana caranya menyikapi menu yang belum pernah kita cicip,
atau tampak aneh buat dikunyah?”. Lengkap dengan contoh soal dan
uraiannya. Cekidot.
- Lihat ekspresi orang
Enak
dan nikmat selalu tergambar dari gesture dan mimik seseorang. Kalo
bukan karena mukanya emang asem dari sananya, biasanya orang kalo
makan makanan enak punya raut muka yang semangat. Heroik. Mulutnya
maju mundur. Ada keringetnya gede-gede ngucur. Kalo ragu-ragu sama
makanan dan liat ada orang yang begini, jangan ragu lagi. Segera
ambil, kunyah dan bayar.
- Rasional dong, babe!
Gunakan
akal sehat dalam memilih makanan yang dianggap aneh dan abu-abu
rasanya. Apa value nya kalo elo makan itu? Sehatkah? Murahkah?
Mengenyangkankah? Gaulkah? Ya bisa diinterpretasikan sendiri. Satu
kasus kalo misalnya punya gebetan yang hobi makan makanan kayak tumis
kelelawar, sate biawak, atau malah tongseng uler kobra, sementara elo
paling ngeri. Ini mesti ditelaah dulu ya sist, bro. Apakah gebetan
itu cukup worth to chase dan membuat kamu patut mengorbankan nyali
dengan makan uler kobra? Atau sebenernya gebetannya enggak oke-oke
banget dan sering mencela kamu yang doyannya makan chicken nugget?
Inilah saat yang tepat menggunakan akal sehat.
- Kuatkan nyali
Duhai
para sist dan bro. Di usia kita yang muda ini, ya silahkan ajalah yaa
nyobain makanan ini itu. Jangan kebanyakan mikir dan segera kuatkan
nyali. Kadang-kadang yang keliatannya enggak enak dan bikin nafsu
makan hilang itu ternyata punya rasa yang ciamik. Ciyus deh. Kadang
kitanya aja yang terlalu underestimate.
Saya
mau share dikit ya (meski enggak ada yang nanya). Dulu saya paling
ogah sama yang berbau duren-durenan. Pikiran saya, duren itu
lembek-lembek kayak pup. Hahaha, ini serius. Eh terus saya makan sus
durian. Lah kok enak banget. Makan ketan durian, pancake durian,
ealah masbroooo, enak ternyata. Terbukti kan, emang sayanya aja yang
enggak mau nyoba. Yah lebih baik lah yah, meski masih belom bisa
makan buahnya langsung yang kayak pup itu. *tetep*
Iki sing jenengane hummus, tabouleh, sama tzatziki, khas negara-negara Timur Tengah. Jujur sih enggak tertarik sama sekali, karena rasanya yang terkenal anyep dan tasteless. Namun ternyata, seorang chef kece asal Lebanon berhasil mengubah stigma tersebut. Ternyata cocolan ini asik juga dikunyah bareng roti pita. Ciyus.
- Common sense
Tempat
jualan yang rame kadang-kadang emang bikin penasaran. Kadang, rame
suka dijadiin patokan dalam memutuskan makan di mana. Nah, kalau uang
ada, apalagi ada temen makannya, dan enggak menyalahi prinsip diri
sendiri, silahkan dicoba! Googling dulu tentang lokasi makan yang mau
dituju, menunya, kesan-kesan yang didapet, dan lainnya. Sekarang kan
buanyakkk banget situs, blog dan program yang bahas soal makan
memakan. Bisa jadi referensi buat kamu-kamu yang pengen nyoba-nyoba
makanan. Intinya, kalo ada keraguan, cari aja yang laen. Kalo tampak
enak, langsung sikat!
Seringkali
karena alesan ‘sense’ ini, saya sering jadi sakit atau enggak
enak badan tiap habis liputan dan nyicip makanan yang saya ragu, baik
atau enggak. Seringnya kejadian di restoran yang terang-terangan
menjual menu berbahan babi, pakai arak, wine, ataupun dateng ke acara
fine dining dimana semua orang makan sambil minum wine. Yaaa
apapunlah sebutannya, saya sering masuk angin gara-gara enggak enak
hati mikirin “itu makanan ‘bener’ nggak ya? Maluuuu sama
jilbab!”. Gara-gara feeling dan kenyamanan yang minim, efeknya
makanannya malah ngasih efek negatif ke badan.
- Cari supporter
Ajak
temen yang mau diajak nyoba menu yang sama, atau malah suka makan
menu itu. Seenggaknya kan kita jadi termotivasi untuk nyoba juga ya.
Misalnya, enggak suka makan sawi ijo, ikan, atau malah nggak doyan
tempe? Enggak suka makanan sehat dan serasa bisa hidup sehat
lohjinawi dengan pola makan dan hidup asal-asalan? Waaaah rugi! Kalo
berkiblat sama gaya hidup di kota besar, menu junk food dianggap menu
‘orang susah’ dan sayur justru jadi makanannya orang-orang kaya.
Padahal kan seperti aku, kamu dan dia tau, sayur itu harganya jauuuuh
lebih murah.
<--- mau punya badan model gini??
Makanya,
beli sagu sama si Bambang, janganlah ragu janganlah bimbang. Cari
temen yang bisa pengaruhin pola makan kita ke arah yang positif.
Misalnya, kalo kerempeng dan kurang protein, coba follow twitter Ad*
Rai, jadilah sahabatnya dan bagian dari hidupnya. Pasang posternya di kamar dan garasi. Dijamin kamu bakal
ikutan doyan makan jus putih telur 40 butir sehari. Percaya deh.
*kemudian mual dan jackpot*
Nah,
semoga tips dari saya berguna. Silahkan diaplikasikan di dalam
kehidupan masing2. Ciao!
Tulisan ini adalah bagian dari aksi 'tukeran tema' sama temen saya. Semoga bermanfaat bagi peradaban manusia, khususnya generasi penerus. Foto diambil dari sini dan sini