Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Intip Pembuatan Tahu Lembang (plus foto)

Gambar
Atas dasar tidak tahu seluk beluk Bandung, akhirnya saya mampir ke Tahu Lembang, tentu tempatnya di Lembang. Lokasinya berada di Jl. Raya Lembang 177. Cocok buat buat Anda yang pengen dateng ke tempat makan sekaligus jalan-jalan, main di playground atau flying fox, numpang sholat, ataupun lihat-lihat doang. Serius deh, nggak punya duit, tanpa tujuan ataupun tanpa beli pun isoke aja, tempatnyapun luas. Dan yang paling menarik, pengunjung di sini bisa melihat proses pembuatan tahu secara langsung. Dari head to toe, eh maksudnya dari mentah sampe siap jual. Konsepnya open kitchen, modern, dan dijamin enggak ada pemandangan pria tanpa busana lagi ngolah kedelai disini!   *ini mama saya... uhuk uhuk uhuk* Dari hasil ngobrol saya sama sang Marketing, (saya dateng atas nama pribadi lho, bukan kantor. Tapi serasa liputan, ngobrol lamaaa sama marketingnya), rupanya Tahu Lembang ini dimiliki oleh pengusaha yang juga mengembangkan Rumah Sosis, The Secret, dan

Pasar Buah Lembang

Gambar
Sebel kena macet di Pasar Buah Lembang? Salahkan penjual ketan bakar dan colenak di sekitarnya yang bikin ngiler dan menggoda orang-orang buat mampir! Selain ngemil enak, asik juga belanja dulu di pasar buahnya. Sebagaimana daerah dataran tinggi lainnya, pasar ini menjual aneka sayur dan buah yang segar, baru, mulus dan murah!  Dari buah bit, red potato, tomat, nanas, alpukat, buncis, labu, ubi, talas dan lainnya. Btw, saya nggak tahu tomat di gambar ini namanya apa (*cubit paha sendiri*) , punya karakter tekstur kulit yang keriput, tapi bukan keriput karena hampir busuk. Semuanya tampak kinclong, bersih dan memikat. harganya? Tentu lebih murah! Alpukat dan labu ini yang paling memikat mata mama saya. Menurutnya, susah nemuin alpukat yang bagus di Jakarta, dan labu kuning ini harganya mahal. Di pasar ini 3 buah labu orange kecil harganya Rp. 10.000, dan alpukat super dengan isi super mulus dan legit harganya Rp. 12.000/kg. Saya: Bu, itu jeruk apa? - Ibu penjual:

Teman 140 Karakter

Gue sadar betul kalau segala bentuk hubungan manusia akan ada on-off dan bahkan berujung. Alasannya, kematian, memisahkan diri secara sadar, ataupun yaa pergi gitu aja. Alasan ketiga itu yang kini menyetani gue. Ketika seorang teman yang menurut gue sangat dekat, amat dekat, bangun pagi-pagi *nyasar ke lagu anak TK*  tiba-tiba berasa sangat berjarak. Mungkin memang benar jika diistilahkan, kesenangan baru akan mampu menggeser keriaan lama. Yang bahkan saat ada di sebuah comfort zone yang baru di angkat dari kompor dan masih   on fire , dan orang itu bukanlah bagian dari kenyamanannya. Ujungnya.... kadang sikap dan ucapan jadi tidak diatur. Gue jadi inget beberapa masa-masa tersulit gue dan dia, kita saling ada. Bahkan gue tidak punya alasan lagi untuk anggap dia orang lain, karena gue rasa kita nih BFF abeys *gaul kan..* Lalu, masa-masa ini ada -lagi-. Dimana kita sibuk dengan kehidupan masing-masing tanpa libatkan satu sama lain. Dan gue seperti ada di dala

Seru Terik Weekend Di Candi Prambanan - Ratu Boko!

Gambar
This is such a special moment! Selama bertahun-tahun akrab, jalan-jalan paling jauh itu sebatas pergi ke Bogor! Makanya, nggak kebayang jalan-jalan ke Jogja (naik kereta Ekonomi pula) bisa kesampaian. Saya, Farid, Asmie, Kiki, Cydut dan Anggy (akhirnya!) bisa jalan-jalan bareng :)) Sabtu itu, kita naik motor sejauh 20km ke Candi Prambanan. Wuih, panas terik tapi seru! Serius, panas! hehehe. Untungnya saya bawa si payung ungu BRI (*disebut loh*) yang pada akhirnya patah juga. Banyak penjaja sewa payung di sekitaran candi Prambanan, Rp.5000 per payung. Kita beli tiket paket candi Prambanan - candi Ratu Boko (Rp. 45.000). Nantinya kita diantar ke candi Ratu Boko naik mobil yang udah standby di dekat pintu masuk plus dapat sebotol air mineral dingin. Kitapun langsung ikut mobil ke Ratu Boko. *lucunya, di Jogja ini kita malah ketemu orang-orang yang kita kenal di Jakarta/Bekasi. Ketemu rombongan temen SMP di Alun-Alun Selatan, temen kantornya temen di candi Ratu Boko, dan

Mampir di The House of Raminten

Gambar
Saat jalan-jalan ke Jogja minggu lalu, saya dan teman-teman (Asmie, Aid, Anggy, Kiki) sempat nyobain makan malam di sebuah café berkonsep tradisional Jawa yang unik di jalan Faridan M. Noto. Saat melewatinya, pasti langsung ngeh dengan tempat ini. Unik, karena di bagian luar ada delman, dan ada tulisan besar dengan foto super mencolok. Yea, The House of Raminten, pasti anda yang sering ke Jogja familiar :) Saat itu saya datang di Jumat malam. Begitu masuk, saya pikir ada event disini. Ada deretan bangku yang disesaki orang-orang, menghadap satu layar LCD TV. Kami juga nggak bisa langsung masuk, karena harus menunggu ada tempat kosong terlebih dulu. Wow, ternyata orang-orang yang duduk adalah mereka yang sedang menunggu antrian, sama seperti saya! Sebenarnya agak pusing juga, karena mau makan aja mesti tunggu sekitar 30-60 menit, dengan sesak orang di dalam satu tempat. Sepintas para pelayan dengan pakaian tradisional Jawa, laki-laki dan perempuan berseliweran dengan membaw

Sunset Bersama Rosie, Tere-Liye

Gambar
Pertama kali kenalan dengan tulisannya Tere-Liye, saya ilfeel. Novel diskonan G**media yang saya beli, The Gogons, jayus berat! Deretan novel karya Tere-Liye pun nggak pernah saya kunjungin kalau lagi di toko buku. Apalagi judulnya yang terlalu ‘puitis’.  Tiba-tiba bulan Februari kemarin, Esti, temen saya kasih novel karangan Tere-Liye, judulnya “Sunset Bersama Rosie” . Ternyata…. Novel ini keren! Sukses banget bikin saya nangis dengan airmata sederas arus sungai Citarik. Ceritanya mengenai Tegar, seorang pemuda dewasa yang punya sahabat sejak kecil bernama Rosie. Perasaan Tegar ke Rosie sangat dalam, benar mencintainya dan amat ingin bersatu. Saat melakukan penanjakan di Gunung Semeru, Tegar berencana untuk menyatakan perasaannya. Sayangnya, di momen itu dia malah mendapati Rosie ditembak oleh Nathan, sahabat Tegar. Tak lama, mereka menikah. Tegar, yang belum sempat menyatakan perasaannya, memutuskan untuk pergi menghilang dari Rosie. Ia begitu sedih, hatinya runtuh. Pindah dari

Rumah Cokelat - Sitta Karina

Gambar
Hmm, lagi semangat banget cerita tentang Rumah Cokelat! Gimana enggak, lha wong novelnya aja baruuu aja selesai dibaca. Kalo lihat genrenya “MomLit”, tentunya ini novel tentang keluarga, tentang ibu muda. Belum, saya belum jadi mama-mama, but mostly, I love this book!  Rumah Cokelat bercerita tentang sebuah keluarga kecil terdiri dari Wigra, Hannah dan anaknya Razsya. Sang ibu, Hannah, tipikal ibu muda jaman sekarang banget, punya pekerjaan bagus, up to date sama fashion, lifestyle yang masa kini, tapi juga obsesi nabung buat sekolah Razsya serta kehidupan mereka dan kebutuhannya. Hannah merasa sudah menjalankan profesinya sebagai seorang ibu, dengan mencukupi kebutuhan Razsya. Memberinya mainan, plus ngasih sederetan peraturan buat dijalankan pengasuh anaknya. Di saat tuntutan kerjaan dan gaya hidupnya makin tinggi, Hannah merasa desperate sebagai seorang ibu. Anaknya jadi lebih dekat dengan pengasuh. Razsya bahkan lebih dekat dengan pengasuh dibandingkan ibunya. Ironi. Beruntung

naik kereta ekonomi, seru juga!

Gambar
Karena harganya yang murah dan merakyat, buat sebagian orang, kereta ekonomi jadi last option kalo emang nggak ada alternatif yang lebih baik. Panas, berisik, rawan copet, dan yang paling penting, lama. Ayo, ada yang mau nambahin? Dari cerita beberapa temen yang rutin naik kereta ekonomi ke luar kota, naik kereta ekonomi itu (sepertinya) bikin sengsara. Terbukti dengan ketika saya sms begini. Flora: Woi, lagi di Bekasi ya lo? Maen dong! Dia: Besok aja ya Flo, gue pengen ngelurusin badan dulu… Nah, apa hikmah dan intisari yang bisa kita petik dari fabel di atas? Iyak, betul, menempuh perjalanan naik kereta ekonomi sama saja dengan membiarkan tulang belulang serasa dilipet dalem map trus map nya diselipin di antara ketek. Ngepres dan lecek. Okay. Lalu bagaimana ketika saya (akhirnya) merasakan naik kereta ekonomi? Whoa. Kayaknya bakal bombastis ya? Coba gitu siapkan mental anda agar kuat mendengar kenyataan bahwa… naik kereta ekonomi itu…. .... .... Seru juga. Iya, I me

(hampir) sehari di Semarang

Gambar
Yeay, akhirnya bisa ke kota Semarang lagi! Kali ini menginjakkan kaki di stasiun Semarang Poncol, karena naik KA Ekonomi Matarmaja dari Malang. Perut terasa kembung, tenggorokan sakit, suara agak serak, tapi gak apa-apa, hajar bleh. Rencananya hanya satu hari, umm, kurang dari satu hari malahan disini. Let’s start our dayyyy!!! Sampai di Semarang, langsung menjejakkan kaki di angkringan Pak Gik di jalan Gajahmada. Konon, angkringan ini adalah angkringan paling gaul se-Semarang. Tempatnya luar biasa ramai, dan (katanya) makanannya enak. Waktu saya datang, “wah, rame ya”. Rata-rata pengunjungnya cowok yang bergerombol. Tempatnya sendiri bersebelahan dengan kali yang airnya kotor dan banyak sampah. Menurut kakaknya Pak Gik, (seorang bapak yang saya lupa namanya, kita sebut saja pak Brodin), angkringan ini sudah ada dari tahun 1960-an. Sebagai anak gaul, tampan dan keren (PADA JAMANNYA), Ia dan pak Gik mendirikan kedai nasi kucing ini. Tapi kemudian doski pindah ke Jakarta dan

hello Ciamis! hello Batu Karas!

Gambar
Yeaaayy, setelah sekian lama ngarep, akhirnya kesampaian juga ke green canyon! Di libur Natal 2011, kita berangkat dari Bekasi jam 11 malem, mampir ke Bandung dulu, dan paginya kita jalan ke arah Pangandaran. Let's go! Kiki si pemilik mobil bikin estimasi kalo jam 7 dari Bandung, jam 12an bisa sampe Pangandaran. Melewati Sumedang, Garut, Banjar, dan disuguhi pemandangan alam yang oke dan jalan yang menikung nanjak berkelok-kelok. Perlu antimo supaya nggak jackpot dan cukup tidur. FYI, city car mungil ini sesak sama 4 orang bertubuh tinggi dan saya yang pendek sendiri. Tapi namanya sama temen, seru ajalah! Dan, kita sampai jam 3 sore. Yea. Setelah bbrp kali mampir indomaret, isi bensin, pipis, dll. Sampai di Pangandaran, kita malah lebih bersemangat buat ke green canyon. Jadilah menempuh 30km selanjutnya ke arah Cijulang, sekitar 45menit. Sampe sana, wusss ternyata ngantri! Akhirnya diputuskan untuk nyari penginapan dulu di Pantai Batu Karas, yang jaraknya sekitar 5 km d