Salah
satu wishlist di Singapura adalah mengeksplorasi kawasan Arab Street. Tentu
kuliner halal juga jadi incaran dong! Saat ke Singapura bulan lalu, saya dan
Afid mampir ke Zam-zam Restaurant yang banyak direkomendasiin orang. Ternyata
emang ini recommended yah di Singapura.
Waktu itu kami sampai 2 kali ke sana, nyicip martabak, nasi briyani dan roti
prata. Nyummmeh!
Waktu ke Singapura tahun lalu, saya makan mee goreng dan nasi briyani di depan Masjid
Sultan, tepatnya di ujung jalan/pengkolan. Hasilnya? Saya ilfil berat. Mee
goreng pesanan saya aromannya kuat tapi rasanya agak hambar. Saya dan adik
saya dalam kondisi laper banget, dan adek saya itu makannya bwanyak (khas anak
kost hobi ke Warteg lah gitu). Tapi dia aja ga minat lhoo makan mi itu, padahal mah biasanya apa juga dimakan. Apalagi mee goreng saya
warnanya merah menyeramkan dan lenyeh-lenyeh gitu. Hahaha hikz. (Baca juga: Itinerary Keliling Singapura dalam Sehari Versi Backpacker Pemula)
Naah
saat jalan-jalan bareng mas pacar bulan Maret kemarin (nyebutnya pacar aja ahh hahaha), kami sengaja ke Haji Lane buat foto-foto sekalian cari
sarapan. Karena Haji Lane itu lucu sekali dinding dan warna warninya, sungguh
mustahil kalo kami (hmm saya sih maksudnya) nggak foto kiri foto kanan dulu. Karena kelamaan, alhasil kami jadi laper bego, sampe lemes gitu. Hahaha. Saya ajak Afid makan di
Kampong Glam Café, tapi rame beneer, antriannya panjang. Makanannya juga udah
jadi tinggal tuang, mengingatkan kami pada warteg ataupun restoran Padang. Ah
itu sih udah keseringan. Hahahaha.
Foto diambil saat menunggu tanda boleh menyebrang yang lamaaa...
Ini di samping Masjid Sultan
Lalu
saya cerita kalau ada restoran India halal di depan Masjid. Saya nyeritainnya
males-malesan, tidak semangat. As far as I know, Afid termasuk picky eater,
milih kalo makan. Intinya siih, saya yang pemakan segala aja gak minat makan di
sana, gimana Afid. Eh ternyata Afid justru penasaran dan terus-terusan bilang ‘ayo
cepet yuk makan disana…’. Tentu saya nggak ajak ke restoran pengkolan tea, tapi
yang dekat tempat penyebrangan yaitu Zam-zam Restaurant. Seenggaknya nyoba di
tempat baru yaa. (Baca juga: Malam Mingguan Nonton Wings of Time di Sentosa Island)
Pesanan
kami pagi itu chicken briyani untuk Afid dan egg prata untuk saya. Seperti
menu-menu khas India lainnya, pesanan kami pasti akan ditemani dengan kuah
kari. Saya request untuk tidak usah diberi kuah kari, tapi gantinya susu kental
manis. Untungnya babang-babang India yang melayani orangnya informatif dan
perhatian (ciyeee). Jadi dia langsung paham, saya bilang ‘white and thick sweet milk’. Setelah bersusah payah
menyebut dalam bahasa inggris, eeeeh si babang bilang “ooooh susu ya” dengan aksen
melayu. Ahelah baaang, dari tadi napah.
Chicken briyani yang berantakan, nuangnya buru-buru,
tapi (kata suami saya) enak bianget!
Hahaha,
surprisingly, Afid menikmati sekali pertemuannya dengan si chicken briyani.
Saya sempat cicip, nasinya gurih dan enak dengan rasa kari yang kuat. Ayamnya
juga empuk dan dagingnya tebal. Kuah pendampingnya kental banget, untuk penyuka
masakan India pasti cocok. Eh btw, kuah aja punya pendamping, masa kamu belom?
*dikeplak sandal swallow*. Nasi, ayam beserta kuahnya ludes tak bersisa!
Manstap! (Baca juga: Berburu Tiket Murah Flower Dome, Cloud Forest dan Wings of Time di Singapura)
Egg
prata nya gimana, mba Plora? Enaaak. Kalo chicken briyani tinggal tuang aja,
egg prata dibuat dadakan, kayak tahu bulat lah. Kalau kebetulan lewat depan
restoran Zam-zam, bisa lihat proses pembuatan prata di bagian depan resto, dari adonannya dilebarin,
kemudian telur dipecahkan di atasnya. Sepertinya sih adonannya sama untuk menu
Murtabak, Cuma nggak dikasih isi. Lalu si dia akan sampai di meja dalam keadaan
hangat. Tentu saja nikmat! Sepertinya ini hanya jadi camilan, tapi cukup
mengenyangkan karena telur ayamnya dua. Dicocol ke si whiteandthicksweetmilk,
enak bangeeet! Ide memilih susu kental manis instead of kuah kari datang dari
pengalaman saya waktu ditraktir temen les LIA waktu SMA, Bima. Waktu itu kami
makan cheese naan di Kuala Lumpur dan dicocol susu. Endeus! Terima kasih Bima,
istrinya Cindy, serta LIA Galaxi.
Sarapan
kenyang kami pagi itu merogoh kocek (aiiiih merogoh kocek) seharga $6,5 untuk
nasi briyani, dan $3 untuk roti prata, serta $1,2 untuk teh tarik. Selanjutnya,
eneng siap jalan-jalan ke Garden By The Bay (ehm, karena di GBTB susah cari
makan, jadi kebayang kenapa nggak bungkus makanan di Zam-zam aja yaa buat
bekel).
Senyum lebar walaupun kaki encok. Butuh makan siang yang paripurna!
Kalo kesini lagi, harus bawa bekel yang banyak :p
Udah
gitu aja endingnya? Enggak dong… Pulang dari GBTB, kita balik lagi ke Zam-zam.
Jadi setelah sempat mampir ke Orchard Road, kami salah naik bus. Sepanjang
jalan Afid bolak balik nanya, Zamzam tutup jam berapa ya? Keburu nggak ya? Saat
nyasar naik bus, rasanya kami sudah menjauh dari hingar bingar Singapura dan
memasuki area yang hening, semakin sepi dan jalanan kosong. Sudah jam 21.30 dan Afid
tampak agak khawatir. Saya udah GR aja, karena dari jaman pacaran kan Afid
paling nggak seneng saya pulang malem. Lha tapi kan ini udah bedua, suami
istri, lagi liburan pula.
Akhirnya kami turun di halte terdekat, nyebrang dan
naik bus arah balik. Pas lagi nunggu bus, saya tanya Afid, kok gak tenang gitu?
Lalu dijawab “takut Zamzamnya tutup, aku mau balik lagi makan martabak. Duhh
dia tutup jam berapa ya?”. Ealaaaah, ternyata bukan mengkhawatirkan akuhh.
Hahahaha. (Baca juga: Revie Hotel 85 Beach Garden, Hotel Murah di Kawasan Bugis).
Kami turun di halte MRT terdekat dan kemudian turun di Bugis dan keluar exit D. Kaki rasanya udah gempor, betis cekot-cekot, tapi harus tetap semangat mengejar impian dan cita-cita makan di Zamzam! *cemen. Itu sudah jam 10 malam dan ternyata masih buka! Yeayyy, saya ikutan senang. Jam buka nya ternyata panjang juga, dari pagi (07.00) hingga jam 11 malam.
Kami turun di halte MRT terdekat dan kemudian turun di Bugis dan keluar exit D. Kaki rasanya udah gempor, betis cekot-cekot, tapi harus tetap semangat mengejar impian dan cita-cita makan di Zamzam! *cemen. Itu sudah jam 10 malam dan ternyata masih buka! Yeayyy, saya ikutan senang. Jam buka nya ternyata panjang juga, dari pagi (07.00) hingga jam 11 malam.
Kali
ini Afid pesen beef murtabak dan makan dengan riang gembira. Bagian luar
martabak mirip sekali dengan prata yang paginya saya pesan (eh apa sama ya?),
kemudian diisi dengan daging sapi. Dagingnya cukup banyak dan cukup bikin
kenyang. Rasanya gurih enak, tapi jejak rasa kari nya agak tipis. Makannya
tetap dicocol dengan kuah kari. Babang pelayan juga memberikan irisan timun
yang diberi semacam saus kental, tapi nggak dicolek Afid. Timunnya ya yang
nggak dicolek, bukan babangnya. *lho abangnya dicolek dong *ih apasih. (Baca juga: Pengalaman Naik Bus dari Singapura ke Kuala Lumpur, Rp 130.000 Aja!)
Untuk
seporsi beef murtabak, teh tarik dan halia O (jahe hangat), kami menghabiskan
$10. Menurut Afid, yang paling nendang tetep Gerard Pique chicken briyani. Tapi
masnya penasaran sama deer murtabak, kayak apa sih rasanya daging rusa? Aduuuh
senangnya kalo ada yang penasaran gini. Sebagai istri yang baik dan sholihah,
saya sih tinggal duduk manis menunggu, siap kapanpun kalo diminta nemenin jalan-jalan
di Singapura makan di Zamzam Restaurant lagi!
Singapore Zam-Zam Restaurant
697 - 699 North Bridge Rd Singapore
Seberang Masjid Sultan, Singapura (tidak buka cabang di tempat lain)
Komentar