Pengalaman Naik Commuter Line (KRL) Saat Hamil 8 Bulan
Foto: kumparan.com
Naik
kendaraan umum bagi ibu hamil tentu ada suka dukanya. Masuk bulan ke delapan
kehamilan, berarti sudah delapan bulan juga saya naik Commuter Line atau KRL
dengan rute Bekasi – Menteng hampir setiap hari kerja. Ini juga masuk tahun ke
12 (sepertinya), saya jadi penumpang tetap Commuter Line. Lalu apa aja siiih
tips supaya bisa tetap nyaman naik kereta? Ih kan kereta jam kerja itu penuh,
masuknya susah, apalagi cari duduknya, hamil pula!
Sebetulnya
ini tulisan yang di-request suami saya. Karena salah satu bahasan receh di
hari-hari kami adalah ‘gimana tadi di kereta’. Seringkali saya gemes sama ibu
hamil yang maksa naik lalu tersiksa sendiri, para kaum yang belum paham apa itu
arti kursi prioritas, ataupun cara saya cari duduk di kursi prioritas yang
sudah terisi penuh. Hampir tiap hari adaaa aja ceritanya.
Bayar
3000 sampai 4000 rupiah berharap untuk bisa selalu nyaman naik kereta? Atau berharap
diistimewakan semua orang karena lagi hamil? Ahh jangan ngarep, bu haji.
Karenanya, ada beberapa mindset, upaya dan habit yang biasa saya lakukan supaya
momen naik KRL gak jadi menyedihkan dan membahayakan untuk kehamilan. Tapi tetap senang, semangat,
dan hati-hati. Saya coba yaaa share satu-satu kiat nyaman saya naik kendaraan
umum termasuk Commuter Line!
1. Pahami
bahwa: kenyamananku ada di tanganku (dan suamiku)
Saya
sangat meyakini kalau ada 2 orang yang bertanggung jawab pada kenyamanan kita:
diri sendiri dan suami. Saya tidak terlalu berharap para penumpang lain, terutama lelaki, tua
ataupun muda, akan sukarela memberikan kursinya saat melihat perut saya. Syukur
kalau dikasih, tapi yasudah kalau enggak. Gak usah sedih atau merasa jadi ‘korban’
keegoisan laki-laki, kan mereka bukan bapaknya anak di perutmu. Gak perlu
langsung update social media kalau “empati
orang-orang makin tipis ya! Pada egois banget sama ibu hamil, kalo istrinya
yang kayak gitu gimana?”. Sekali lagi, kenyamanan saya harus saya upayakan
sendiri, jangan maksa orang lain ngertiin. Karena itu, sejak pertama kali tahu hamil, saya selektif pilih jadwal kereta, ya karena saya pingin nyaman dan itu perlu saya upayakan sendiri.
2. Realistis
memilih jadwal kereta yang akan dinaiki
Kamu
lagi mual parah, atau perutmu sudah besarr. Lalu naik kereta di jam yang sangat
penuh sampai naikpun susah. Boro-boro mau jalan ke dalam dan cari kursi, masuk
aja udah sesak. Teriak “ada yang nggak
hamil?” dicuekin orang-orang. Lalu sigap keluarin handphone kemudian WA
suaminya “hikz aku gak dapet duduk, mana
keretanya penuh banget, orang-orang pada egoiiiiisss” sambil menitikkan air
mata. Hehehe ini bukan saya, tapi pernah lihat bumil yang seperti ini.
Kadang
suka kocak juga sih dengan pertanyaan (dan cara bertanya) orang di kursi
prioritas. Ada yang biasa aja nanya “ada
yang nggak hamil?” dengan nada biasa aja, sampai ada juga yang nanyanya
pake teriak “misi dong yang nggak hamil!”.
Lucunya
apa coba?
Pertanyaannya
adalah: ada yang nggak hamil? Ya saya kan hamil, jadi saya nggak bereaksi,
nggak berdiri, nggak ngasih duduk. Ada juga bapak ibu lansia yang juga sudah
datang lebih pagi. Nggak hamil siiih, tapi udah sepuh banget dan berhak duduk
di prioritas. Kocak aja, di antara orang-orang yang datang jauh lebih pagi
untuk duduk, eeeh ada yang tau-tau naik dan minta kursi dengan nada galak.
Menurut
saya sih ibu hamil sangat perlu untuk realistis memilih kereta yang akan
dinaiki. Udah tau penuh, masih maksa masuk, minta duduk pula. Kecuali gerbong
disewa oleh keluarga dan teman-teman, yang akan sukarela kasih duduk begitu tau
si bumil akan masuk. Nah ini kan semuanya ‘orang lain’. Bijaklah cari jam keberangkatan kereta. Perlu berstrategi
dan lihat situasi, mana yang bisa kita upayakan tanpa maksa.
3. Silahkan
pilih: Lebih cepat atau lebih lambat
Sebelum
hamil, katakanlah saya terbiasa naik kereta di kisaran jam 06.00 – 06.30 pagi,
dengan rute stasiun Cakung – stasiun Cikini. Nahh setelah hamil, saya mencari
opsi yang lebih bumil-friendly dengan naik kereta pukul 05.30, rutenya stasiun
Cakung – Bekasi – stasiun Cikini. Tentu sajaaaa ada hal yang dikorbankan, yaitu
bangun dan berangkat lebih pagi, waktu tempuh lebih lama, tapiiii drama-free!
Bebas mau duduk di kursi prioritas yang mana, dan bisa tidur pulas sepanjang
jalan. Kalau telat untuk kereta ini, yasudah, sebaiknya pilih kereta yang lebih
siang dengan rute yang sama. Ini jauh lebih realistis dan win-win solution
dibanding harus ‘maksa’ naik kereta penuh. Sayang badan, sayang bayi.
Lagi
buru-buru? Yasudahlahyaaa pilihannya adalah berangkat lebih cepat, jangan sampe
telat. Jangan kebanyakan excuse, hehehe.
Untuk
pulang, opsinya lebih banyak sih. Bisa naik kereta ke Jakarta Kota dulu supaya
jelas duduk tanpa rebutan. Atau juga dengan memilih kereta yang akan dinaiki:
kalau kereta ini penuh, yaudah naik yang belakangnya. Bagi saya, kereta di jam pulang kantor lebih fleksibel karena orang-orang biasanya pulang kerja di jam yang variatif (gak seperti peak hour kereta pagi di jam 06.00 - 07.00). Alhamdulillah, jam pulang kantor saya cukup bersahabat dan seringkali ketemu sama kereta yang nggak terlalu penuh.
4. Gak
dapet duduk? Jangan nangis, ambil langkah aja!
Seringkali
saya melihat ibu hamil manyun dan jutek saat gak dapet kursi prioritas, dan
dengan sebel berdiri sampai tujuan. Ya gimana lagi, rasio yang hamil-lansia-bawa anak gak sebanding
dengan jumlah kursi prioritas yang tersedia. Memang siiih ada gerbong yang di
seluruh kaca nya bertuliskan harap memberi duduk orang yang lebih membutuhkan.
Tapi balik lagi, gak semua orang sudah aware dengan himbauan tersebut.
Sebisa mungkin saya akan menghindari gerbong 'striptease' yang banyak tiang di tengahnya dan pintu lebih banyak. Karena ukuran kursi yang dijadikan prioritas sama persis dengan kursi lain, banyak yang nggak aware kalau kursi itu sifatnya PRIORITAS. Jadi banyak orang duduk aja, masih disempilin orang pula jadi duduk ber 4!
Ada juga gerbong yang tak terhubung dengan gerbong lain (mentok). Kursi prioritasnya memang di ujung, tapi menyatu/sederetan dengan kursi biasa. Itu juga banyak yang nggak ngeh kalau prioritas. Kalau kepepet harus naik di kursi prioritas seperti ini, biasanya saya akan tanya "mbaknya/masnya prioritas nggak? soalnya ini kursi prioritas" *sambil tunjuk stikernya* *tapi kadang-kadang nggak ada stikernya juga huhu*
Kalau
ga dapet duduk, gimana?
Pindah ke gerbong selanjutnya, sambil elus-elus perut dan eye contact, bertanya “ada
yang nggak hamil?”. Kalau ada mbak-mbak muda, tak terlihat hamil, bisa juga ditanya: maaf mbak, hamil nggak? . Kalau yang duduk laki-laki muda, gimana ceu? Oh kalo ini sih saya colek aja sambil bilang dengan sopan: maaf mas, prioritas nggak? soalnya ini kursi prioritas". Biasanya sih kalau memang dia nggak prioritas bakal malu sendiri dan segera angkat kaki.
Gak berhasil
duduk juga?
Kalau
kereta agak kosong, saya akan jalan pelan-pelan ke ujung gerbong. Jalannya pelan-pelan sambil elus perut ya ceu, siapa tau bikin orang aware dengan keberadaan kita yang lagi cari kursi, hehe. Syukur alhamdulillah kalau ada petugas keamanan, bisa minta tolong dicarikan kursi sama si abang atau ada penumpang lain yang bantu mencarikan.
Tapiii kalau keretanya penuh:
Tapiii kalau keretanya penuh:
Ya
turun lagi, kak! Naik kereta selanjutnya, jangan manyun. Jangan nyalahin orang
egois, kan kita sendiri yang memilih untuk naik Commuter Line. Risiko kendaraan umum massal ya beginilaah....
-----------------------------------------------
Sebetulnya
sejak Agustus lalu, Kereta Commuterline Indonesia (KCI) punya campaign berupa
pin khusus ibu hamil. Penumpang lain dihimbau untuk memberikan kursi pada
penumpang hamil yang menggunakan pin tersebut. Ehem, sayangnya saya nggak minat
untuk pakai pin itu karenaaa….. ya gengges ajasih menurut saya hahaha. Kayak
merasa butuh sekali diistimewakan gituuu…. Sementara attitude orang tuh macem-macem
banget di dalam kereta.
Pada
akhirnya, naik Commuter Line jadi opsi terbaik yang saya pilih untuk menuju
tempat kerja. Mau naik mobil ya kantor saya dan suami beda arah dan beda jam
kerja. Mau naik Transjakarta, rute nya ga cocok. Opsi lain yang biasanya saya
dan suami pakai kalau saya lagi lelaaah banget: cari penginapan (OYO/Red Doorz)
dengan tambahan diskon (lagi) di sekitaran kantor. Balik lagi sih, pasti
bumil-bumil lain punya preferensi sendiri: mau naik Commuter Line, memilih
nyetir sendiri, disetirin, naik bus, boncengan motor, apapun itu yang paling
nyaman untuk dirinya.
Kalo buibu, pada akhirnya memilih naik apa untuk ngantor?
Komentar